Minggu, 30 September 2012

GIGO



                BARU-baru ini kita dikejutkan dengan sebuah berita yang amat menyayat hati. Seorang pelajar tewas ditusuk temannya sendiri di depan kelas sebelum pelajaran pertama dimulai. Pembunuhan itu disaksikan oleh sejumlah teman-temannya satu kelas. Penyebab peristiwa mengenaskan itu adalah gara-gara saling ejek antar mereka.  Lebih memilukan lagi ketika mendengar penjelasan Komisi Nasional Perlindungan Anak yang mencatat bahwa sejak tahun 2011 korban akibat tawuran pelajar mencapai 339 kasus, dengan korban tewas mencapai 82 korban. Sebuah jumlah yang cukup untuk membuat  dua kelas.

                Suatu ketika, saya memasuki sebuah warung internet. Ketika tengah asyik melakukan browsing, tiba-tiba masuklah serombongan anak-anak SMP yang masih berseragam sekolah. Mereka ingin main game on line. Beberapa saat kemudian, warnet yang semula hening tiba-tiba menjadi hingar bingar. Gelak tawa dan umpatan seperti asu, gentho, celeng, bego dan bajingan mulai berhamburan dari mulut ABG itu.  Saya pun ngelus dada dan akhirnya keluar dari warnet yang tiba-tiba jadi terasa tak nyaman lagi. Perang kata-kata, sumpah serapah, misuh yang merupakan awal budaya kekerasan rupanya mulai tumbuh subur di kalangan generasi muda harapan bangsa itu.

                Dalam istilah komputer dikenal istilah  GIGO (Garbage In Garbage Out). Artinya bila suatu pemrograman itu bernilai sampah yang masuk, maka hasilnya sampah pula yang keluar. Dengan kata lain, bila sebuah data yang dimasukkan salah, maka hasilnya akan salah. Sebaliknya bila data yang dimasukkan benar, maka hasilnya akan benar. Umpatan, sumpah serapah maupun tawuran yang dilakukan anak-anak kita, muncul dari hasil “pemrograman” yang salah. Anak-anak hanyalah mereproduksi dari apa yang dia lihat, dengar dan rasakan. Otak manusia ibarat karet busa. Otak apat menyerap, menyimpan dan mengeluarkan kembali informasi. Perbuatan anak-anak maupun remaja yang mengerikan itu adalah buah dari proses belajarnya yang diperoleh di lingkungannya.

                Allah SWT menasehati kita agar senantiasa  menjaga diri kita dan keluarga kita dari api neraka. “Jagalah dirimu dan keluargamu dari siksa api neraka”. Kejadian-kejadian di atas merupakan riak-riak api neraka di dunia ini. Marilah segera kita padamkan api itu dengan terus menerus memperhatikan anak-anak kita dengan  menyediakan lingkungan serta dapat menjadi contoh yang baik!
                Kegagalan para orang tua untuk memahami dunia anak-anak serta tuntutan dunia pendidikan yang tinggi telah membuat anak dalam keadaan selalu tidak bahagia. Marilah kita dampingi anak-anak kita dalam menghadapi problematikanya! Bahagiakanlah mereka dalam menjalani proses pertumbuhannya! Semoga dengan cara seperti itu kita akan selamat dari neraka di akhirat. Amin.

Tidak ada komentar: